BUMI KERAMAT SETROJENAR

Setrojenar bergetar, Setrojenar tenar, karena Setrojenar melawan nalar...

Setrojenar adalah nama sebuah desa di kawasan pesisir selatan Kebumen, masuk wilayah Kecamatan Buluspesantren. Diapit oleh 3 desa yang mengelilingi. Ayamputih di barat, Brecong di timur, dan Bocor di utara (sebagian kecil Waluyo). Di sisi selatan membentang luas Samudera Hindia yang berbatasan langsung dengan Australia. Desa Setrojenar dibelah oleh jalan raya yang menghubungkan Joga - Cilacap, dan dilewati JLSS (Jalan Lintas Selatan Selatan).

Struktur wilayahnya terdiri dari 6 pedukuhan (dusun), yaitu dukuh Cengkerek, Duren, Pucung, Kuang, Kepek dan Godi. Dihuni oleh kurang lebih 700 KK (Kepala Keluarga) dengan 4000-an penduduk. Sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, pedagang, nelayan, pegawai swasta dan sebagian kecil menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil).

Setrojenar adalah ibukota kecamatan Buluspesantren, dimana kantor kecamatan dan beberapa kantor pemerintahan berada disana. Sebutlah Markas Koramil 13 Buluspesantren, KUA (Kantor Urusan Agama), Kantor Pos, Puskesmas, UPT Pertanian, BRI Unit Desa. Bahkan ada instansi lebih besar berada di Setrojenar, yaitu Laboratorium II Dislitbang (Dinas Penelitian dan Pengembangan) TNI AD, yang menjadi tempat Latihan dan Uji Coba alutsista Angkatan Darat.

Setrojenar juga memiliki kawasan wisata pantai paling ramai dan paling murah dengan akses paling mudah dari Kota Kebumen. Hanya berjarak sekitar 10 km lurus ke selatan dari pusat kota Kebumen. Satu-satunya kawasan wisata yang tidak mengenakan tarif masuk bagi pengunjung, kecuali pada musim lebaran dan tahun baru.

Desa Setrojenar juga memiliki sebuah pasar tradisional yang bernama Pasar Keprajuritan, kadang juga disebut Pasar Angkruk. Nama keprajuritan melambangkan kegagahan dan keberanian. Sebutan Angkruk karena dulunya tempat tersebut menjadi markas atau tempat kordinasi prajurit Mataram ketika melawan Belanda. Para prajurit berkumpul sambil duduk, jongkok (angkrok-angkrok) mendengarkan instruksi dan dan arahan dari panglima /komandan perang.

Belum ada sejarah yang menulis secara khusus tentang berdirinya desa Setrojenar. Namun secara bahasa, Setrojenar terdiri dari dua kata, setro dan jenar. Dalam KBBI, SETRA /SETRO berarti ; 1. medan; padang; lapangan; 2. tempat pembuangan atau penguburan mayat (makam /kuburan). Sedang JENAR dalam bahasa Indonesia berarti merah, dalam bahasa Jawa berari Kuning Kemerahan, dan ada pula yang berasumsi dari bahasa arab "Jinnar", yang selalu membara  seperti api.

Jadi SETROJENAR bisa diartikan medan atau lapangan yang selalu membara seperti api, bisa juga diartikan kuburan merah atau tanah merah (lemah abang). Membara bisa bermakna positif sebagai semangat yang berapi-api, atau secara negatif berarti daerah yang selalu berkonflik.

Memang pada kenyataannya demikian. Dalam sejarah Mataram, wilayah Setrojenar dan sekitarnya adalah medan perlawanan Pangeran Diponegoro menghadapi penjajah Belanda. Pada masa perang kemerdekaan, kawasan selatan Kebumen dari Mirit hingga Puring, termasuk Setrojenar, menjadi saksi kegigihan tentara pelajar dan para pemuda mempertahankan kemerdekaan.

Di era modern, Setrojenar yang masuk kawasan Urut Sewu menjadi jantung perlawanan masyarakat pesisir ketika bersengketa dengan pihak TNI. Tragedi 16 April 2011 di Setrojenar menjadi puncak sekaligus awal konflik berkepanjangan antara TNI dengan masyarakat Urut Sewu. Hingga kini kawasan Setrojenar menjadi satu-satunya desa yang belum berhasil dibangun pagar pembatas oleh TNI AD. Tarik ulur ganti rugi JLSS (Jalan Lintas Selatan Selatan) di Setrojenar juga paling alot dan terakhir.

Dengan segala potensi alam, potret demografi, aspek geografis yang strategis dan keunggulan sejarah, sejatinya Setrojenar mampu menjadi desa yang unggul dan makmur. Namun kenyataannya justru di luar nalar. Secara infrastruktur, desa Setrojenar termasuk kalah dengan desa lainnya, secara administrasi pemerintahan, Setrojenar selalu tertinggal dalam laporan dan pengajuan.

Segala potensi yang dimiliki belum dikelola secara maksimal untuk kemajuan dan kesejahteraan masyarakatnya. Posisinya sebagai ibukota kecamatan dengan berbagai obyek vital di dalamnya belum mampu dioptimalkan untuk mendukung pembangunan desa. Keunggulan SDM (Sumber Daya Manusia) warganya juga tidak termanfaatkan untuk mempercepat proses pengembangan desa.

Sebuah ironi yang "ora ketemu nalar" (tidak masuk akal). Tapi itulah Setrojenar, lemah abang yang selalu membara seperti api. Dimana warganya hidup dalam ironi namun tidak disadari.

Saat ini Desa Setrojenar dipimpin oleh Surip Supangat yang menjadi Kepala Desa /lurah pada periode keduanya. Sengkarut pengisian perangkat desa yang terjadi saat ini, menambah data bahwa Setrojenar memang benar-benar melawan nalar. Khusus untuk jabatan carik /sekretaris desa, dari 9 peserta seleksi sebagian besar adalah sarjana dan aktifis perdesaan, namun yang lolos sebagai pejabat adalah seorang ibu rumah tangga lulusan SMEA /SMK yang sehari-harinya sibuk jualan gorengan dan rokok di kawasan wisata pantai Setrojenar.

Sengkarut Penjaringan dan Penyaringan Perangkat Desa dipastikan akan memperkuat arti Setrojenar sebagai medan konflik yang selalu membara seperti api. Namun konflik kali ini diharapkan tidak hingar bingar, dengan demo atau unjuk rasa, apalagi kerusuhan horisontal, cukup dengan sebuah ketegangan, bisik-bisik dalam forum jagongan, hingga akhirnya ada keputusan dalam sidang pengadilan.

Sebuah operasi senyap dengan gerak terencana, terukur dan terorganisir rapi, seperti gelombang laut dalam di tengah Samudera Hindia. Ditambah gerak lempeng-lempeng para pemikir yang menghasilkan guncangan gempa tektonik hebat pada titik-titik masyarakat tertentu dan terbatas.

Sebuah revolusi sedang berjalan. Revolusi Desa menuju perubahan. Revolusi Desa yang akan menjalar ke desa-desa lainnya di seantero Kebumen bahkan Indonesia.

Entah sampai kapan Setrojenar akan terus membara dan mencekam.

Entah sampai kapan Setrojenar akan terus berkonflik dan berkobar.

Biarlah Tuhan Yang memutuskan. Biarlah alam bekerja sesuai mekanismenya menuju keseimbangan. Biarlah Setrojenar menuju takdirnya.

Dan Setrojenar tetaplah Setrojenar, tanah impian (dream land) dan tanah harapan (hope land), tanah perjuangan (fight land) dan tanah yang dijanjikan (promise land).

Setrojenar adalah desaku. Desaku yang kucinta, pujaan hatiku. Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku. Tak mudah kulupakan. Tak mudah bercerai. Selalu ku rindukan, desaku yang permai.

Setrojenar adalah Tanah Pusaka, Bumi Keramat dan dikeramatkan. Disana tempat lahir saya, dibuai dibesarkan bunda. Tempat berlindung di hari tua, tempat akhir menutup mata.

Salam Perjuangan, Salam Revolusi Desa !!!

Dalam keheningan latar mburi di hari Jum'at Keramat waktu sahur hari kedua Ramadhan 1439 H, bertepatan 18 Mei 2018 M

Arief Luqman El Hakiem

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SABDO PALON NAGIH JANJI : KEMBALINYA KEJAYAAN NUSANTARA

SEMAR MBANGUN KAHYANGAN